Setelah tragedi "tawar-tawaran tragis" terus terang saya pesimis dengan usaha pencarian sarung ini. Orang bijak mengatakan "kesempatan tidak datang dua kali..!". Tawaran harga yang sama dengan harga belasan tahun lalu itu sebuah keajaiban. Jangan berharap datang dua kali karena kau akan kecewa.
Kios pedagang selanjutnya yang kami samperin terlihat lebih baik dari berbagai sudut pandang. Posisinya yang dipojok dekat gang utama menegaskan kelasnya dan tentu harganya. Meskipun tidak lebih besar, posisinya dipojok membuatnya lebih gampang ditata untuk menarik perhatian calon pembeli dari dua sisi. Dagangannya juga lebih ramai. Dan yang kelihatan mencolok, kios itu dijaga oleh dua orang. Kios pertama hanya dijaga oleh satu orang yang jadi pemilik sekaligus pelayan.
Pace singgah, melihat-lihat sebentar dan kemudian mengambil salah satu sarung yang dipajang. Sepertinya sarung yang dia pilih adalah sarung yang sama dengan yang tadi ditawarkan di kios sebelumnya. Saya jadi makin shock..! Kalau memang suka terus harganya "murah mengenaskan", kenapa tidak diambil? Heran saya!
Melihat "barangnya" dipegang-pegang, wanita yang lebih muda, lebih cantik dan pastinya tidak keriput langsung menghampiri. "wangi pak.., coba diremas-remas terus dicium..!" ucapnya singkat menawarkan (Terlalu kalau ada yang mikir jorok! Lha..?! wog kita lagi ngomongin cewek muda, cantik berkulit putih mulus dan sarung yach..! Ngg.. Koq malah makin mejurus yach..?!). Satu lagi point buat kios ini. Lebih tanggap! Meskipun triknya sama dan tidak efektif tapi responnya sangat cepat. Dilihat dari ekspresinya, kelihatannya dia juga lebih kuat dalam hal tawar menawar. Pace cuma mengangkat wajahnya sedikit dan melihat wajah sang pemilik suara. Tak ada suara dan ekspresi tetap datar. Tidak lebih dari tiga detik, setelah itu beliau fokus lagi mengamati sarung-sarung yang ditawarkan.
Dan..
Kena..! Sang penjual langsung mengajukan harga pembuka yang sangat murah menurut saya. Meskipun 20% lebih mahal dari yang sebelumnya, namun dengan hanya tiga detik tatapan tanpa kata-kata harga yang ditawarkan udah keterlaluan murahnya. Tapi pace masih tidak bergeming. Beliau masih terus fokus mengamati sarung yang ada di depannya. Dia juga tidak berusaha mencari motif lain yang berarti memang seperti itulah yang dia cari. "Masih bisa kurang kok.." wanita yang lebih tua mulai tidak sabar dan memperlihatkan kelemahannya. Ckckckck..! Ada juga yach orang menawar cuma pakai mata?!
Pace beranjak, hendak pergi. Dia memberi saya kode. Kedua wanita penjaga itu hanya pasrah dan tidak bisa berbuat apa-apa. "Bapak orang bugis yach..?" terdengar suara berat dari belakang kami. Saya langsung menoleh untuk melihat sumber suara. Seorang laki-laki berbadan besar, kulit hitam dengan wajah yang (maaf) seram terlihat menyeringai ke arah kami. Sebenarnya dia sudah ada dari tadi di situ. Hanya saja kami tidak memperhatikan karena memang tidak ada alasan untuk itu. Pace menghampiri orang itu. Kurang satu meter pace berhenti dan kemudian menatap mata orang itu. Badan yang lebih besar dan posisinya yang duduk di atas kursi tinggi membuat pace yang bertubuh kecil terpaksa menengadah untuk melihat wajah orang tersebut.
"Iya..?!" tanya pace singkat.
"Bapak orang bugis..?" tanya bapak itu lagi.
"Iya pak, kenapa..?", kening pace mulai mengkerut. Matanya menyipit tapi tatapan matanya justru semakin tajam.
"Bugis mana ya..?" kejar bapak itu lagi. Kali ini nada bicaranya lebih rileks.
"Bugis sulawesi.." jawab pace singkat.
"Sulawesinya mana..?" bapak itu terlihat berusaha keras memperhalus nada bicaranya.
"Soppeng..!"
"Saya juga orang Soppeng..!" Nada bapak itu tiba-tiba berubah drastis. Wajahnya juga ikut-ikutan berubah jadi berbinar-binar.
Suasana hening sejenak, pace menunduk sebentar melihat ke arah lantai. Digesernya kakinya maju sedikit dengan hati-hati seolah berusaha mempertahankan jarak kontak biar lebih akrab tapi tidak terkesan mengintimidasi. Lalu diangkatnya lagi wajahnya sehingga beliau bisa mempertahankan kontak mata. Kali ini dia harus sedikit lebih mendongak, tapi sejurus kemudian menjadi lebih rileks karena lawan bicaranya justru sedikit membukkukkan badannya. "Ehemmm.." terdengar suara batuk dari mulut pace, tanda dia sudah mulai mengambil alaih kontrol.
"Soppeng mana..?" tanyanya.
"Tanjong'e..!"
"Oo.."
"Dari tadi saya perhatikan, saya sudah menebak kalau bapak orang Soppeng. Itu toko saya, sedangkan mereka berdua masing-masing istri dan anak saya!" kata bapak itu memperkenalkan.
Saya tersenyum-senyum di belakang pace. Kebayang sudah kalau kami akan mendapat harga yang sangat murah. Mungkin bahkan lebih murah dari tawaran pertama. Semua orang tahu kalau diperantauan, teman sekampung merasa lebih akrab daripada dua orang bersaudara yang sama-sama tinggal di kampung halaman. Mereka saling membantu dan tidak perhitungan bahkan dalam hal bisnis sekalipun. Saya sendiri sering mempraktekkan itu.
Percakapan selanjutnya tidak usah diuraikan secara detail. Pace benar-benar telah mengambil alih kontrol. Bukan pakai hipnotis tapi benar-benar karena orang tersebut telah merasa begitu dekat dengan pace. Kalau soal itu, saya tidak heran. Pace yang terkenal baik dan tidak sombong memang punya banyak kenalan. Tugas di Dinas Pendidikan dan kemudian pindah ke Dinas perhubungan juga jadi faktor pendukung. Ditambah lagi, pace adalah orang Soppeng asli. Garis keturunan di atasnya hanya menikah dengan keluarga sendiri sesama orang Soppeng sehingga hampir setiap pelosok daerah di Kabupaten Soppeng kita dapat menemukan keluarga. Dan terbukti, setiap kali si bapak pemilik toko menyebut nama teman, kerabat atau sanak familinya, pace selalu mengenalnya. Entah berapa nama yang disebut oleh bapak itu, pace selalu bisa menymbarnya. Pace bisa memberikan deskripsi yang cukup detail dan meyakinkan!
Setelah yakin bahwa bapak itu telah puas, pace pamit! Awalnya saya pikir itu hanya trik belaka jadi saya tidak bergeming dari tempatku, tapi pace benar-benar pergi! Saya heran kenapa beliau tidak memanfaatkan kesempatan emas ini. Tuhan telah memberi kita kesempatan ke-dua, kenapa disia-siakan? Saya hanya khawatir Tuhan marah karena kita tidak pernah menggunakan kesempatan yang diberikan. Bukan apa-apa banyak orang di luar sana yang mengharapkan kesempatan yang sama dengan yang kami dapatkan! Sepertinya saya harus memberi sedikit dorongan nih, paling tidak minta penjelasan.
"Pak, kenapa tidak diambil..? Kita mungkin bisa dapat lebih murah jika beli di situ..!" kata saya. Pace berhenti, menatap mata saya lalu tersenyum. Pace lalu berkata..
"Saya merasa tidak enak nak, kalau dia sampai kehilangan keuntungan hanya gara-gara saya kenal sepupunya..!"
Dan saya hanya bisa tertegun..TO BE CONTINUE..
Posted by Tokebo' yang bapaknya tidak tegaan..!
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar