Selasa, 08 November 2011

My November Rain (Part II)..

SAMBUNGAN DARI..

Mobil yang membawaku berhenti didepan sebuah rumah berdinding kayu bulat. Aku ditarik turun dari mobil dan di masukkan ke dalam rumah. Betap terkejutnya aku, karena di sana ternyata penuh sesak. Umur mereka kurang lebih sama denganku. Mereka semua memberi salam dan menyapaku. Aku hanya tersenyum dan kemudian bergerak ke sudut ruangan. Mereka semua menyingkir dan membiarkanku lewat. Aku meringkuk di sudut ruangan sendirian. Wajah bapak dan ibu terus terbayang. Entah karena itu atau karena lelah berontak selama perjalanan aku langsung tertidur pulas.

Keesokan harinya..
Semua yang ada dalam rumah memperkenalkan diri mereka masing-masing. Ada Todd, Chad, Midun, Hilman, Hitam (badannya hitam pekat), Sam dan banyak lagi.. Tidak lupa mereka memuji postur tubuhku yang padat berisi. Sepertinya mereka iri sekaligus kagum melihatku. Aku sadar kalau aku telah menjadi primadona di antara mereka semua. Mereka semua berlomba-lomba menjadi temanku. Sedikit banyaknya ini jadi pelipur laraku. Setidaknya aku mulai bisa melupakan bapak dan ibu angkatku. Aneh bukan betapa kesedihan bisa hilang karena kebersamaan? Terlebih lagi kami semua ternyata memiliki nasib yang sama. Sama-sama dipisahkan dari keluarga kami.

Si Gendut, begitulah kami memanggil si pemilik mobil bertopi aneh, memperlakukan kami dengan baik. Bahkan bisa dibilang dia memperlakukannku lebih baik dari ibu dan bapak angkatku. Well.., meskipun aku kurang setuju dengan aturan "tidak boleh keluar rumah" yang dia tetapkan, tapi selama aku bisa diperlakukan dengan baik, aku tidak keberatan!

Karena tidak diperbolehkan keluar, kami biasa bermain di dalam rumah, kejar-kejaran, perang-perangan, atau sekedar ngobrol tidak jelas. Si Hitam paling jago melucu, sampai-sampai kami ketawa tekencing-kencing dibuatnya. Terkadang kalau Si Gendut masuk, kami mengerubutinnya sampai dia kewalahan atau bahkan menabraknya hingga jatuh. Kalau sudah begitu dia akan ngomel-ngomel dan berusaha memukul kami, tapi kami selalu lari menghindar. Lagian kalau kena juga tidak seberapa sakit.

Belakangan rumah tempat kami tinggal sering dikunjungi orang asing. Mereka hanya mampir sebentar, melihat-lihat kondisi kami, ngobrol dengan Si Gendut lalu pergi. Hal ini terjadi berulang-ulang. Hingga suatu hari, seorang ibu berjilbab datang melihat-lihat, dia terlihat serius berbicara dengan Si Gendut. Tangannya tidak pernah berhenti menunjuk ke arah kami, entah apa yang mereka bicarakan. Awalnya Si Ibu menunjuk ke arah saya sambil terus berbicara dengan Si Gendut. Sekali-kali dia menoleh ke arah saya lalu kemudian fokus lagi ke Si Gendut. Tidak lama kemudian dia memindahkan telunjuknya ke arah Chad. Chad dulunya jadi primadona sebelum saya datang.

Pembicaraan antara Si Ibu dan Si Gendut berlangsung alot. Ekspresi mereka juga berubah-berubah, kadang merenggut, kadang senyum, kadang manyun lalu merenggut lagi. Aku asyik memperhatikan keduanya. Perbincangan Si Gendut dan Si Ibu berlangsung lama. Sampai akhirnya Si Gendut mengangguk lesu ekspresinya terlihat tidak bersemangat. Sangat kontras dengan Si Ibu yang terlihat sangat senang, wajahnya berseri-seri dengan dihiasi senyum di sudut bibirnya. Dia menyodorkan beberapa lembar kertas berwarna-warni kepada Si Gendut. "Itu namanya uang" kata Si Chad kepadaku setengah berbisik. Si Gendut menghitung lembaran demi lembaran uang yang diberikan oleh Si Ibu, lalu kemudian memasukkannya ke dalam saku celananya yang kotor.

Sejurus kemudian Si Gendut masuk dan menghampiri Chad yang tepat berada di sampingku. Dia berusaha mengajak Chad keluar, namun Chad melawan. Dia tidak mau. Si Gendut menyeret Chad keluar, Chad berteriak sambil terus melawan, namun kami semua tahu bahwa usaha Chad sia-sia. Si Gendut terlalu kuat buat Chad bahkan buatku sekalipun. Kami hanya bisa berteriak "jangan..!" atau sekedar memanggil namanya, "Chad..!" tanpa bisa berbuat apa-apa. Sejujurnya kami semua juga ketakutan, kami berlarian dan menyingkir ke sudut-sudut ruangan, berusaha meyelamatkan diri agar tidak ikut diseret oleh Si Gendut.

Akhirnya, Chad sampai juga di dekat Si Ibu berjilbab. Awalnya kami mengira Si Ibu akan memukulnya karena Chad berani melawan, tapi ternyata tidak. Di membungkuk dan kemudian mengelus-elus punggung Chad dengan penuh kasih sayang. Chad jadi tenang bahkan terlihat senang. Si Ibu tersenyum lebar terlihat bahagia lalu mengajak Chad pergi entah ke mana.

Begitu Si Ibu dan Chad pergi, Si Gendut yang tadi nampak tidak bersemangat tiba-tiba berubah jadi sangat-sangat bersemangat. Kami tidak pernah melihatnya sebersemangat itu semenjak kami berada di dalam rumah ini. Di keluarkannya lagi uang yang tadi dia masukkan ke dalam saku celananya, lalu dihitungnya kembali. Merasa tidak ada yang hilang, uang itu kemudian di ciumnya lalu dimasukkannya lagi ke dalam saku celananya. Kali ini tangannya tidak keluar dari dalam saku, setia menemani sang uang seolah takut kehilangan, sesetia senyuman menghiasi bibirnya yang gelap dan tebal.

Si Hitam menghampiriku. Setengah berbisik dia berkata "Si Gendut menjual Chad untuk di adopsi oleh Si Ibu berjilabab..!". Suasana jadi hening setelahnya. Semua diam asyik dengan pikirannya masing-masing.

"Jual..?", "Adopsi..?". Kata-kata itu baru bagiku. Aku tak mengerti apa maksudnya tapi yang pasti kedua kata itu telah membuat Chad terpaksa berpisah dengan kami semua dan bahkan mungkin kedua kata ini yang menjadi penyebab yang memisahkan kami semua dengan keluarga kami yang sebelumnya.

BERSAMBUNG..

5 komentar:

  1. yah...akan ada november rain part III.IV,V dst....!

    BalasHapus
  2. Jangan khawatir, saya juga tidak suka Sinetron Cinta Fitri yang tak ada habisnya..

    Cuma sampai tiga kasian..!

    BalasHapus
  3. artix suka nonton cinta fitri tp krn nda tau kpn endingx mkx beralih ke sinetron lain...he24x

    BalasHapus
  4. Pintarnya ini kakak bkin kesimpulan..
    Sayang salah semua..

    BalasHapus
  5. oh salahka?...bkn cinta fitri? mgkn sinetron putri yg tertukar?

    BalasHapus