Minggu, 09 Oktober 2011

Pillow Fight, Part II

CONTINUE FROM..

Penasaran dengan reaksi Mr. Private Pillow disertai dengan perasaan bersalah (meskipun saya sendiri tidak setuju dengan apa yang dia sangkakan) membuat saya nekat menanyakan ke petugas room service yang dikomplain tadi pagi.

Kebetulan orangnya lagi duduk di smoking area main deck.
"Permisi Mas.."
"Iya..?"
"Tadi malam ada yang nyari bantalnya yach..?"
"Iya.."
"Ada di tempat tidur saya. Saya ti.."
"Kenapa..? Kamu dimarahin..?" potongnya.
"Tidak juga sih, tadi dia komplain". Kesannya saya menuduh dia kalo saya bilang dia marah-marah.
"Ya, wajar..". Katanya singkat dan terdengar agak ketus.
Kok, dia ikut-ikutan sewot ya..? Daripada dia ikut-ikutan ngomel mending saya cabut saja.


Hmm.., saya baru ingat kalau dia sempat menegur saya sewaktu bantal itu saya pakai buat alas laptop. "Nanti bantalnya di balikin ya..?" katanya. Saya mengiyakan, tapi seingat saya, bantal itu saya tinggal di lantai karena tiba-tiba dipanggil oleh Pak Rowo. Yang menjadi pertanyaan adalah, siapa yang menaikkan bantal itu ke tempat tidur saya? Apa iya, bantal itu bisa naik sendiri?

Siang pukul 01.00..
Saiful masuk ke kamar, sepertinya dia baru selesai makan.
"Banyak orang mas..?" tanyaku. Saya khawatir mess hall sudah tutup. Tapi kalo di Sepinggan platform, khusus hari jum'at waktu makan siang diperpanjang sedikit untuk memberi kesempatan buat orang-orang muslim yang mendirikan sahat jum'at untuk makan siang.
"Masih.., kan baru pada makan habis shalat jum'at" jawabnya.

Sayapun bergegas ke mess hall. Sesampainya saya di mess hall, ternyata sudah sepi. Semua sudah pada bubar dan makanan sudah dimasukkan semua kembali ke pantry. Tapi di salah satu meja di dalam ruangan, saya melihat Mr. Private Pillow sedang asyik menikmati sepiring buah sambil mengobrol dengan temannya.
"Sudah tutup ya mas..?" tanya saya kepada petugas di pantry.
"Iya mas, jam 13.00 kan sudah tutup". Sepertinya Mr. Private Pillow melihat saya.
"Oo.., saya pikir kalau hari jum'at waktunya diperpanjang. Ya, sudah deh..". Saya siap-siap pergi.
"Tunggu dulu mas diambilkan makanan" teriak orang tadi, takut saya pergi.
"Tidak usah mas.., saya...". Tanggung, saya lihat orang pantry sudah menyiapkan makanan di atas piring. Menggunung..! Pasti dia pikir saya kelaparan!
Saya tidak bisa berbuat apa-apa, lagipula saya sedang mencari alasan untuk mengobrol dengan Mr. Private Pillow. Dan makan di satu meja adalah kesempatan yang baik.

Setelah mengambil makanan yang disodorkan (berat juga), saya kemudian menghampiri meja Mr. Private Pillow. Nampaknya teman Mr. Private Pillow sudah selesai karena dia beranjak pergi tepat pada saat saya sampai di dekat meja.
"Boleh saya gabung Pak..?" tanya saya.
Mr. Privat Pillow tidak menyahut, tapi dia memberi isyarat tangan kepada saya untuk duduk di kursi. Saya pun duduk tepat di sampingnya biar gampang ngobrol.
"Jadi tadi malam bapak terpaksa pakai guling ya..?" tanya saya setelah sebelumnya memasukkan satu sendok nasi kedalam mulut. Saya menatap wajahnya namun spertinya dia fokus pada buah yang tersisa.
"Iya.."
"Saya jadi tidak enak Pak. Sebenarnya saya cuma pakai satu bantal saja. Bantal yang satu hanya saya simpan di samping saya saja. Bantal itu sudah ada pas saya naik". Saya mengatakannya agak cepat takut diserobot.
"Siapa yang naikkan ke situ..?" tanyanya sambil tetap melanjutkan makannya.
"Saya kurang tau Pak, mungkin teman saya. Tadinya saya pakai buat alas pas mangku laptop. Mungkin teman saya mikir itu adalah bantal saya. Saya juga tidak tahu kalau itu ada namanya." cerocos saya lagi. Nampaknya dia kurang puas dengan jawaban saya itu.

"Maaf ya, Pak..!".
Sejujurnya kalimat ini berat saya ucapkan, selain karena saya tidak merasa benar-benar salah juga karena timing-nya yang kurang pas. Kondisi masih belum terkendali dan saya yakin bahwa ucapan itu tidak akan efektif. Tapi kalimat ini langsung saya lontarkan begitu melihat Mr. Private Pillow hampir selesai dengan piring buahnya.
"Tidak apa-apa" katanya tanpa ekspresi sambil ngeloyor pergi. Agak tergesa-gesa nampaknya.
Sepeninggal Mr. Privat Pillow, saya lalu fokus menghabiskan makanan saya.

Keluar dari mess hall saya bertemu lagi dengan petugas pembersih kamar. "Saya tadi ketemu dengan Mr. Private Pillow, dan saya sudah jelaskan ke dia" kata saya singkat. "Oke.." katanya tidak mau kalah singkat.


16.37..
Saya sedang menonton diruang TV. Meskipun di setiap kamar ada TV berukuran 19", namun di tengah bangunan lantai tiga terdapat satu buah TV umum yang lebih besar (32"). Di dekatnya telah disiapakan air mineral dalam kemasan gelas plastik, juice buah dan pemanas air lengkap dengan kopi, teh, creamer, gula dan susu. Sedang asyik-asyiknya nonton, petugas pembersih ruangan datang. Dia mau menambah air mineral yang nampaknya sudah mulai berkurang. Saya kemudian menggeser kursi saya agar dia lebih leluasa bergerak.
"Sepertinya kamu nanti akan pindah kamar" katanya setelah selesai menata air mineral di rak tanpa melihat ke arah saya.
"Orangnya datang ya..?" tanya saya.
Karyawan Chevron punya kamar tidur masing-masing, tapi kalau off, biasa dipinjamkan ke orang lain. Jika si pemilik datang, orang yang tidur di kamarnya harus dipindah. Nampaknya si petugas pemebersih kamar berpikir keras antara menjawab atau tidak. Sejurus kemudian, dia tersenyum kecut kemudian pergi tanpa mengatakan apapun. Perasaan saya mengatakan kalau Pillow Fight belum selesai..!

18.11..
Petugas pembersih kamar kembali, kemudian meraih hand set yang tergantung di dinding tidak jauh dari tempat saya duduk. Ketika dia menggunakan bahasa daerah, saya yakin kalau saya yang dia bicarakan di hand set, entah dengan siapa di seberang sana. Dia sengaja menggunakan bahasa daerah karena takut saya tersinggung. Saya pun pura-pura fokus pada film di TV, sambil terus mendengar percakapan mereka.

Setelah menggantungkan kembali hand set yang tadi dia pakai, si petugas pembersih kamar berbalik menghadap ke arah saya. "Kamar 20* dan kamar 20* ya.." katanya. Saya pun tersenyum kemudian bangkit dari tempat duduk saya. "Terima kasih ya.." kata saya. Dia hanya diam lalu beranjak pergi. Tepat ketika dia lewat di samping saya, saya menyentuh bahunya kemudian bertanya "Ogii fole teegaki'..?" ("Kamu bugis dari mana..?"). Dia tersenyum kecut, senyum paling kecut yang dia bisa sesuai dengan harapanku. Saya lalu beranjak pergi dengan perasaan geli.

Kamar 20* dan 20* ternyata jauh lebih baik dari kamar yang 31*. Lantainya tidak terbongkar, kamar tidak berantakan, tempat tidurnya kokoh dan punggung saya bisa lurus jika duduk di atas tanpa khawatir menabrak plafond. Namun yang terpenting buat saya adalah suasananya yang lebih bersahabat, mungkin karena semua di lantai itu merasa senasib dan sederajat, sama-sama kontraktor Chevron. Tidak ada yang merasa dirinya sebagai raja di tengah laut...!!!

THE END.

Posted by Tokebo' yang akhirnya bisa melihat senyum bersahabat di tengah laut.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

7 komentar:

  1. fada2 mokki tu,iya to ogii mato!

    BalasHapus
  2. @Cenceng: Bahasa apa itu..? (Nyengir sambil garuk-garuk kepala)

    BalasHapus
  3. ohhhh...begituka lupami kampung halaman,kita seperti kacang lupa pd kulitx (nyambung ngga ya?)

    BalasHapus
  4. @Cenceng: Pake hurup lontara'ki' baru bisa.. :)

    BalasHapus
  5. klo adaji keyboard khusus tulisan lontarak...

    BalasHapus